Pagi itu rasanya malas sekali untuk bangun. Ingin sekali meneruskan tidur dan beristirahat saja. Tapi keinginan untuk menyaksikan keindahan ciptaan Tuhan di pulau sebelah memaksa tubuh ini untuk bangkit dan berkemas untuk melanjutkan perjalanan kami.
Kami memacu kendaraan kami sekitar pukul 9.00 dengan tujuan
mencapai pelabuhan Sape, pelabuhan terakhir yang menghubungkan pulau Sumbawa
dan Flores. Menurut informasi yang kami dapat penyeberangan hanya ada sekali
sehari yaitu pada pagi hari, kalau beruntung ada juga penyeberangan malam hari.
Pulau
Sumbawa merupakan salah satu pulau indah yang terletak di provinsi Nusa
Tenggara Barat. Pembangunan infrastruktur yang baik selalu dilakukan di pulau
ini bahkan Australia memberikan bantuan untuk membangun jalan di pulau Sumbawa
sampai ke pulau Timor. Buat yang pernah ke pulau ini beberapa tahun sebelum,
jangan heran dan terkejut karena sudah tidak ada cerita jalanan rusak di pulau
ini, mayoritas sudah hotmix dan
sangat mulus jalannya. Mulus sekali, sulit untuk ditemui di pulau Jawa atau
Sumatera. Oia tapi ada juga jembatan yang masih di bangun di beberapa titik
seperti jalan diantara pelabuhan Poto Tano ke Sumbawa Besar kemarin malam.
Masyarakat di pulau Sumbawa mayoritas muslim namun masih
menjaga ritual tradisional. Banyak kegiatan ritual dengan cara-cara lama masih
dilakukan seperti balap kerbau dan berempuk
dalam ritual pertandingan tinju.
Pulau ini memiliki pemandangan yang sangat
indah. Mata seakan tak ingin terpejam menikmati pemandangan tersebut. Walaupun
sepertinya terik namun karena udara yang masih alami terasa sejuk saja. Sangat
nikmat. Pemandangannya sangat indah. Kondisi jalanan yang sepi juga menjadi
kenikmatan tersendiri. Tentu harus tetap waspada karena banyak hewan peliharaan
yang dibiarkan berkeliaran bebas ke jalan raya. Mau selfie di tengah jalan juga
bisa *jangan ditiru ya*. Pokoknya indah sekali lihat saja awan yang berbaris
rapi penuh pesona.
Sekitar pukul 10.00 kami tiba di sebuah restoran di pinggir sebuah teluk. Restoran Santong namanya karena memang posisinya yang berada persis di teluk Santong. Restoran ini menawarkan menu masakan laut dan tentunya menjadi tempat favorit travelers yang melewati tempat ini. Kami pesan indomie karena memang dari pagi kami belum sempat sarapan dan masih terlalu pagi untuk makan siang. Nikmat rasanya makan di pinggiran teluk yang tenang.
Kekaguman saya hari itu tidak berhenti disitu saja, jalanan nan mulus dan sepi kemudian di sebelah kiri jalan disuguhi pemandangan laut yang tentunya masih alami. Hanya rumah tradisional dan kehidupan asli warga sekitar saja. Rasanya tak ingin melewatkan satu momenpun. Ingin setiap saat untuk mengambil gambar.
Kami tiba di suatu perkampungan dan kebetulan karena saat itu hari Jum’at saya berhenti untuk melakukan kewajiban tersebut. Sedikit canggung awalnya dan tentunya kami menjadi pusat perhatian masyarakat sekitar, tapi mereka dengan ramah mempersilakan saya untuk bergabung untuk menjalankan ibadah saat itu. Di sebuah masjid sederhana namun menyimpan sebuah arti dan bukti ketaatan mahluk ciptaan kepada Tuhannya.
Perjalanan kami lanjutkan menuju kota Bima dengan melewati
kota Dompu. Sangat mudah untuk menghapal nama kota di Pulau ini karena memang
sedikit dan masyarakat cenderung berkelompok namun dengan jumlah yang kecil.
Ada yang mengandalkan pertanian, perternakan atau nelayan sebagai ladang pencaharian
mereka.
Oia kalau kita ke wilayah timur hal yang paling ditakutkan adalah ketersediaan bahan bakar, untuk pulau Sumbawa sendiri masih terbilang aman. Kami tidak terlalu kesulitan untuk mendapatkannya. Walau kita harus antri juga. Tapi still ok lah.
Ketemu sama orang yang ngefans sama saya nih, liat aja di
kaca belakang mobilnya ada nama saya. *Ge eR*
Kalau ini foto orang ganteng. Hahaha
Sebentar
lagi kami sampai kota Bima. Yeayy semakin dekat saja ke Sape.
Kami tiba di kota Bima sekitar pukul 15.00 sore, kota ini
merupakan salah satu kota yang bisa dibilang besar. Apa alasan saya bisa
ngomong seperti itu? Ya di kota ini sudah ada KFC, sudah cukup bagi saya untuk
menganugerahkan kota ini sebagai kota besar. Kami pun beristiharat sekaligus
makan siang yang super telat.
Kami sempat berdiskusi dengan warga sekitar. Sekedar
menanyakan berapa jauh lagi jarak ke pelabuhan Sape, ternyata tidak begitu
jauh. Hanya sekitar 1 jam saja. Menurut mereka sih. Hehehe. Tapi ya gak masalah
juga. Pemandangan di pulau ini sangat indah.
Perjalanan dari Bima ke Sape lumayan berat juga, jalanan
menanjak dan tentunya tikungan tajam. Kami masih sempat berfoto-foto dan
berdiskusi dengan pemuda kampung setempat di atas bukit di gambar ini. Mereka
lagi duduk-duduk mengobrol menikmati keindahan alam. Gw iri man! Tenang banget
kayaknya.
Menjelang magrib kami masuk ke kota Sape dan ketika tiba di
pelabuhan memang tidak ada kapal yang berangkat malam itu. Mau tidak mau kami
harus menginap dan menunggu kapal keesokan paginya. Ya mau gimana lagi masak
iya mau renang. Hehehe.
Kami memilih untuk menginap di salah satu penginapan persis
di pintu masuk pelabuhan Sape. Biar besok gak ketinggalan kapal. Disini juga
banyak yang menunggu kapal keesokan hari tersebut. Termasuk para sopir truk
yang membawa logistik dan kebutuhan lain dari pulau Lombok atau Bali.
Setelah mandi kami berkeliling daerah Sape sekalian mau
mengisi penuh tangki motor kami, karena dari info yang kami dapat kalau sudah
di Flores susah dapet BBM dan kebetulan pula malam itu aka nada pengumunan
kenaikan harga BBM dari Rp 4.500 ke Rp 6.500, bengkak deh ni biaya motoran.
Kami memesan nasi goreng pake ayam. Ya rasanya gak begitu
nikmat tapi nikmati sajalah yang penting perut kenyang karena besok akan
melalui perjalanan yang membosankan. Tak lupa kami ke minimarket untuk membeli
bekal untuk perjalanan besok.
Apakah perjalanan kami akan lebih menyenangkan? Tunggu cerita
selanjutnya yah